Warga dilarang mendekati kawah Gunung Papandayan hingga radius 1 km, menyusul terjadinya peningkatan aktivitas gunung yang sejak 2007 lalu ditetapkan berstatus waspada tersebut. Meski demikian, sejauh ini Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), belum meningkatkan status Gunung Papandayan pada level siaga atau awas.
Demikian diungkapkan Kepala Subbidang Pengamatan Gunung Api PVMBG, Agus Budianto kepada wartawan di kantornya, Jln. Diponegoro Bandung, Jumat (29/10).
Menurut Agus, dari hasil pemantauan di lapangan, beberapa hari terakhir terjadi peningkatan aktivitas vulkanik dan tektonik. Karena itu, pihaknya memberikan peringatan agar para pengunjung maupun warga sekitar tidak mendekati kawah gunung di Kab. Garut itu.
Ia menyatakan, Gunung Papandayan merupakan gunung berapi aktif yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Sebab itu, ia mengimbau para pendaki yang akan naik gunung untuk tidak mendekati kawah.
Gunung Papandayan terakhir meletus pada tahun 2002. Setelah meletus pada tahun tersebut, aktivitas vulkaniknya terus mengalami naik turun. Hingga kini berstatus waspada, sejak 3 tahun terakhir.
Agus menambahkan, di Indonesia sedikitnya terdapat 21 gunung api tipe A yang berstatus di atas normal. Dari jumlah itu ada 18 gunung berstatus waspada, 2 siaga dan 1 berstatus awas.
Gunung yang berstatus waspada yaitu Gunung Sinabung (Karo, Sumut), Gunung Talang (Solok, Sumbar), Gunung Kaba (Bengkulu), Gunung Kerinci (Jambi), Gunung Anak Krakatau (Lampung), Gunung Papandayan (Garut, Jabar), Gunung Slamet (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Gunung Semeru (Lumajang, Jatim), dan Gunung Batur (Bali).
Selanjutnya Gunung Rinjani (Lombok, NTB), Gunung Sangeang Api (Bima, NTB), Gunung Rokatenda (Flores, NTT), Gunung Egon (Sikka, NTT), Gunung Soputan (Minahasa Selatan, Sulut), Gunung Lokon (Tomohon, Sulut), Gunung Gamalama (Ternate, Maluku Utara), Gunung Dukono (Halmahera Utara, Maluku Utara).
Sedangkan untuk gunung yang berstatus siaga adalah Gunung Karangetang (Sulut), Gunung Ibu (Halmahera Barat, Maluku Utara) serta gunung yang bersatus awas, Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta.
Agus menjelaskan, gunung berapi tipe A adalah gunung yang pernah bererupsi sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600. Sedangkan gunung tipe B adalah gunung yang sesudah tahun 1600 tidak lagi mengalami erupsi.
Gunung tipe C adalah gunung berapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia atau tidak ada catatan letusannya. "Kami meminta masyarakat lebih waspada karena gunung-gunung itu sering didaki, juga sering untuk jalan-jalan. Masyarakat diminta agar memperhatikan situasi jika ada embusan panas," lanjut Agus.
Kirim 3.000 prajurit
Sementara itu, TNI AD akan akan mengirimkan 3.000 prajurit ke wilayah bencana alam yang melanda Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, serta meletusnya Gunung Merapi. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta kepada wartawan usai memimpin serah terima jabatan Pangdam III/Siliwangi di Stadion Siliwangi Bandung, kemarin menyatakan, pihaknya siap menurunkan prajurit TNI AD untuk membantu para korban yang terkena musibah, baik di wilayah Kepulauan Mentawai yang terkena gempa dan tsunami maupun di Yogyakarta meletusnya Gunung Merapi.
Kasad mengatakan, untuk di Mentawai yang merupakan lokasi terjadinya gempa bumi dan tsunami, pihaknya akan memberikan bantuan melalui jalur udara. "Di Mentawai kondisinya sangat berat, kita kesulitan memberikan bantuan makanan. Makanya kita drop dengan melakukan penerjunan," katanya.
Tidak hanya di Merapi dan Mentawai, tambah George, pihaknya pun telah menempatkan prajurit di wilayah Wasior yang terkena bencana banjir bandang. Akan tetapi, kini akan lebih difokuskan di dua titik yaitu Mentawai dan Merapi.
"Untuk di wilayah Wasior, kita telah menempatkan satu batalion pasukan. Hingga kini masih ada di sana. Sedangkan untuk di Mentawai kita akan mengerahkan sebanyak 1.500 prajurit. Untuk di Merapi prajurit akan kita turunkan sekitar 2.000 personel. Mereka semua akan melakukan tugas mulia, yaitu membantu para korban yang terkena musibah," ujarnya.
Kewalahan
Sementara itu, kapal Polisi Air Kab. Mentawai kewalahan bolak-balik mengantarkan bantuan untuk korban tsunami. Sedangkan Pemkab Mentawai terkesan cuek dan kapal yang mereka miliki tidak banyak membantu penyaluran ke pulau-pulau terpencil.
Di Desa Muntai, Pulau Baru-baru, Kab. Mentawai, hanya ada kapal polisi Antasena 509 yang mengantar bantuan sendirian dari Pelabuhan Sikakap. Kapal ini tidak bisa mendekat ke pulau, sehingga kapal kecil hilir mudik mengambil bantuan.
Namun sayang sekali, Pemkab Mentawai justru dirasakan mengabaikan situasi demikian. Warga desa dan polisi pun heran dengan dengan situasi ini. "Pagi ini, sampan bermotor Pemda Mentawai hanya sekali membantu membawa bantuan dari kapal polisi ke Muntai," ujar kapten kapal, Kompol Heri Noor Yanto.
Kembali ke rumah
Di Klaten, meskipun Merapi masih berstatus awas, namun sebagian warga lereng Merapi telah meninggalkan pos pengungsian. Mereka telah kembali ke rumahnya. Namun seiring luncuran awan panas yang kembali meningkat dari kawah Merapi, warga kembali ke pengungsian.
Luncuran awan panas yang turun bertubi-tubi sejak pagi hingga siang, membuat warga empat desa lereng Merapi di Kec. Kemalang, Klaten, memutuskan kembali ke barak pengungsian. Mereka kembali turun dengan angkutan yang disediakan Tim Satlak Penanggulangan Bencana Kab. Klaten.
Sebelumnya, sebagian besar warga memang telah meninggalkan barak pengungsian, karena melihat aktivitas Merapi yang sudah dianggap reda. Mereka merasa perlu segera pulang ke rumahnya, untuk mengurus hewan ternak dan ladang pertanian. Bahkan saat Wapres Boediono mengunjungi pos pengungsian mereka, Kamis lalu, sebagian besar pengungsi sudah tidak berada di tempat.
Demikian diungkapkan Kepala Subbidang Pengamatan Gunung Api PVMBG, Agus Budianto kepada wartawan di kantornya, Jln. Diponegoro Bandung, Jumat (29/10).
Menurut Agus, dari hasil pemantauan di lapangan, beberapa hari terakhir terjadi peningkatan aktivitas vulkanik dan tektonik. Karena itu, pihaknya memberikan peringatan agar para pengunjung maupun warga sekitar tidak mendekati kawah gunung di Kab. Garut itu.
Ia menyatakan, Gunung Papandayan merupakan gunung berapi aktif yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Sebab itu, ia mengimbau para pendaki yang akan naik gunung untuk tidak mendekati kawah.
Gunung Papandayan terakhir meletus pada tahun 2002. Setelah meletus pada tahun tersebut, aktivitas vulkaniknya terus mengalami naik turun. Hingga kini berstatus waspada, sejak 3 tahun terakhir.
Agus menambahkan, di Indonesia sedikitnya terdapat 21 gunung api tipe A yang berstatus di atas normal. Dari jumlah itu ada 18 gunung berstatus waspada, 2 siaga dan 1 berstatus awas.
Gunung yang berstatus waspada yaitu Gunung Sinabung (Karo, Sumut), Gunung Talang (Solok, Sumbar), Gunung Kaba (Bengkulu), Gunung Kerinci (Jambi), Gunung Anak Krakatau (Lampung), Gunung Papandayan (Garut, Jabar), Gunung Slamet (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Gunung Semeru (Lumajang, Jatim), dan Gunung Batur (Bali).
Selanjutnya Gunung Rinjani (Lombok, NTB), Gunung Sangeang Api (Bima, NTB), Gunung Rokatenda (Flores, NTT), Gunung Egon (Sikka, NTT), Gunung Soputan (Minahasa Selatan, Sulut), Gunung Lokon (Tomohon, Sulut), Gunung Gamalama (Ternate, Maluku Utara), Gunung Dukono (Halmahera Utara, Maluku Utara).
Sedangkan untuk gunung yang berstatus siaga adalah Gunung Karangetang (Sulut), Gunung Ibu (Halmahera Barat, Maluku Utara) serta gunung yang bersatus awas, Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta.
Agus menjelaskan, gunung berapi tipe A adalah gunung yang pernah bererupsi sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600. Sedangkan gunung tipe B adalah gunung yang sesudah tahun 1600 tidak lagi mengalami erupsi.
Gunung tipe C adalah gunung berapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia atau tidak ada catatan letusannya. "Kami meminta masyarakat lebih waspada karena gunung-gunung itu sering didaki, juga sering untuk jalan-jalan. Masyarakat diminta agar memperhatikan situasi jika ada embusan panas," lanjut Agus.
Kirim 3.000 prajurit
Sementara itu, TNI AD akan akan mengirimkan 3.000 prajurit ke wilayah bencana alam yang melanda Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, serta meletusnya Gunung Merapi. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta kepada wartawan usai memimpin serah terima jabatan Pangdam III/Siliwangi di Stadion Siliwangi Bandung, kemarin menyatakan, pihaknya siap menurunkan prajurit TNI AD untuk membantu para korban yang terkena musibah, baik di wilayah Kepulauan Mentawai yang terkena gempa dan tsunami maupun di Yogyakarta meletusnya Gunung Merapi.
Kasad mengatakan, untuk di Mentawai yang merupakan lokasi terjadinya gempa bumi dan tsunami, pihaknya akan memberikan bantuan melalui jalur udara. "Di Mentawai kondisinya sangat berat, kita kesulitan memberikan bantuan makanan. Makanya kita drop dengan melakukan penerjunan," katanya.
Tidak hanya di Merapi dan Mentawai, tambah George, pihaknya pun telah menempatkan prajurit di wilayah Wasior yang terkena bencana banjir bandang. Akan tetapi, kini akan lebih difokuskan di dua titik yaitu Mentawai dan Merapi.
"Untuk di wilayah Wasior, kita telah menempatkan satu batalion pasukan. Hingga kini masih ada di sana. Sedangkan untuk di Mentawai kita akan mengerahkan sebanyak 1.500 prajurit. Untuk di Merapi prajurit akan kita turunkan sekitar 2.000 personel. Mereka semua akan melakukan tugas mulia, yaitu membantu para korban yang terkena musibah," ujarnya.
Kewalahan
Sementara itu, kapal Polisi Air Kab. Mentawai kewalahan bolak-balik mengantarkan bantuan untuk korban tsunami. Sedangkan Pemkab Mentawai terkesan cuek dan kapal yang mereka miliki tidak banyak membantu penyaluran ke pulau-pulau terpencil.
Di Desa Muntai, Pulau Baru-baru, Kab. Mentawai, hanya ada kapal polisi Antasena 509 yang mengantar bantuan sendirian dari Pelabuhan Sikakap. Kapal ini tidak bisa mendekat ke pulau, sehingga kapal kecil hilir mudik mengambil bantuan.
Namun sayang sekali, Pemkab Mentawai justru dirasakan mengabaikan situasi demikian. Warga desa dan polisi pun heran dengan dengan situasi ini. "Pagi ini, sampan bermotor Pemda Mentawai hanya sekali membantu membawa bantuan dari kapal polisi ke Muntai," ujar kapten kapal, Kompol Heri Noor Yanto.
Kembali ke rumah
Di Klaten, meskipun Merapi masih berstatus awas, namun sebagian warga lereng Merapi telah meninggalkan pos pengungsian. Mereka telah kembali ke rumahnya. Namun seiring luncuran awan panas yang kembali meningkat dari kawah Merapi, warga kembali ke pengungsian.
Luncuran awan panas yang turun bertubi-tubi sejak pagi hingga siang, membuat warga empat desa lereng Merapi di Kec. Kemalang, Klaten, memutuskan kembali ke barak pengungsian. Mereka kembali turun dengan angkutan yang disediakan Tim Satlak Penanggulangan Bencana Kab. Klaten.
Sebelumnya, sebagian besar warga memang telah meninggalkan barak pengungsian, karena melihat aktivitas Merapi yang sudah dianggap reda. Mereka merasa perlu segera pulang ke rumahnya, untuk mengurus hewan ternak dan ladang pertanian. Bahkan saat Wapres Boediono mengunjungi pos pengungsian mereka, Kamis lalu, sebagian besar pengungsi sudah tidak berada di tempat.
Sumber : Klik-galamedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar